Powered By Blogger

Selasa, 28 Februari 2012

NO PEACE WITHOUT JUSTICE



Di UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diatur beberapa instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan. Salah satu instrument itu adalah Amdal.. Menurut Pasal 22 UU No.32 Tahun 2009, disebutkan ; 
(1) Setiap usaha dan /atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal;
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kreteria:
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak bencana usaha dan/atau kegiatan;
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
d. Sifat kumulatif dampak;
e. Berbalik atau tidak terbaliknya dampak; dan/atau
f. Kreteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), adalah merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting dalam pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Suatu rencana usaha kegiatan dapat dinyatakan tidak layak, jika dalam ini berdasarkan rencana Amdal yang dilakukan, dikhawatirkan berdampak negatif terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar. 
Salah satu yang menjadi masalah di negeri ini, dan patut diwaspadai adalah bahwa invenstasi itu bisa menyampingkan masalah dampak lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Dalam banyak kasus, walaupun hasil amdal negative terhadap usaha atau kegiatan , tetap dilanjutkan suatu usaha. Misalnya Tragedi Buyat, yang menguras sisi kemanusia kita akibat pertambangan, adalah kesalahan dari rencana studi kelayakaan Amdal, kemudian tragedi lumpur lapindo di Sidarjo, yang disinyalir Amdal dibuat belakangan. Tentu aspek lingkungan diabaikan. Hal-hal di atas menjadi simbol nyata kerusakan lingkungan , dan ironisnya ada oknum penjabat yang ingin mengkais rejeki dari penderitaan orang lain dengan menjadikan tempat wisata lapindo. Ironis!!!. 
Banyaknya tragedy, bencana, kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Tidak serta merta bisa meminta pertanggujwaban pada siapa? Pejabat yang bisa dituntut atas kesalahan ijin lingkungan yang dibuat, khususnya dalam hal ini untuk pembuatan amdal. Perubahan UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjadi UU No.32 Tahun 2009, sebagai upaya perlindungan yang nyata terhadapperubahan  lingkungan hidup kedepan. 
Perkembangan baru yang menarik, dalam berkaitan dengan ketentuan Amdal di UU No.32 Tahun 2009, telah diatur adanya acaman pidana dan denda bagi pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL. 
Di UU No.23 Tahun 1997, tidak diatur sanksi pidana maupun adminitrasi berupa denda bagi pejabat pemberi izin lingkungan, perubahan UUPPPLH ini dengan tegas menyatakan dalam Pasal 111 UU No.32 Tahun 2009, sanksi bagi pejabat yakni; 
(1) pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak RP.3.000.000.000,00 (Tiga milyar rupiah) ; 
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkab izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pinjara penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (Tiga milyar rupiah). 
Kemudian pada Pasal 112 UU No.32 Tahun 2009, menyebutkan,
“ setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud pasal 71 dan 72, yang mengakibatkan terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000,00 (lima ratus juta rupiah). 
Keberadaan sanksi pidana dan admnitrasi dalam UU No.32 Tahun 2009, sangat penting dalam kaitannya dengan otonomi daerah dalam penyelenggaran pemerintahan didaerah, dalam hal ini termasuk dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. dimana banyak daerah akibat eroferia politik untuk otonomi daerah menyampingkan lingkungan hidup. 
Khusus di Banten, keberadaan UU No.32 Tahun 2009,  ini bisa dijadikan langkah awal untuk menuntut pihak-pihak pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan yang tidak sesuai dengan peruntukaan. Kita sudah bosan dengan keluar ijin-ijin kuasa pertambangan yang begitu banyak di Banten, wilayah Banten hampir separuh wilayah sudah dikapling ijin baik Reklamasi pantai pertambangan serta, industry dan lain-lainya. 
Sudah saat adanya jeda perijinan pertambagan dan dengan kedok apapun yang berbalut kepentingan, yang ada di Banten, dan ada evaluasi dijajaran pemerintah Banten terhadap izin, serta  yang penting ada pertanggujawaban yang tegas terhadap pejabat daerah yang mengeluarkan ijin tanpa adanya pertimbangan dalam rencana studi Amdal, Mari kita tegakan sanksi buat pejabat kita, supaya ada rasa tanggujawab dan kepastian hukum. bangkitlah BANTEN untuk minta pertanggujawaban lingkungan terhadap pejabat yang salah urus dalam usaha pertambangan. dan  jangan  biarkan usaha pertambangan serta Reklamasi pantai dijadikan slogan pejabat untuk keruk habis SDA kita,  obroal ijin  ,    jual  cepat dan dengan  harga murah…

Senin, 06 Februari 2012


umat, 04 Februari 2011

DUGAAN PENYELEWENGAN RASKIN DI KAB. PANDEGLANG BELUM ADA YANG DIPROSES

Posted by Realita Nusantara 14:55, under  |

REALITA NUSANTARA. BANTEN SELATAN Disejumlah kecamatan di Kab. Pandeglang banyak yang tidak terserap pagu raskin pada tahun 2010, hingga masyarakat banyak yang mempertanyakan hal tersebut, karena dengan raskin masyarakat sangatlah terbantu.Tetapi dengan tidak terserapnya raskin tersebut menguntungkan bagi para oknum, karena pagu yang tidak terserap sangat keras dugaan raskin tersebur diselewengkan.Seperti di Kecamatan...

BALITA MENINGGAL SETELAH IMUNISASI DI BACK UP DINAS KESEHATAN KAB. PANDEGLANG

Posted by Realita Nusantara 13:06, under  |

Diduga Mal PraktekREALITA NUSANTARA. BANTEN SELATANAyah dan Ibu terpaksa merelakan anaknya yang sangat disayangi meninggal dunia akibat imunisasi, yang mana pada awalnya imunisasi bertujuan untuk melakukan pengobatan supaya balita tumbuh sehat, tapi untuk Sukiman (43) dan Narmi (28) setelah balitanya di imunisasi bukanlah sehat tetapi 2 jam setelah setelah di imunisasi dan obat bereaksi menimbulkan tensi badan balita...

Minggu, 24 April 2011

MoU CSR Diduga Melanggar

Posted by Realita Nusantara 11:40, under  |
REALITA NUSANTARA – ONLINE. TANGERANG
Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tangerang usai dengar pendapat, Rabu (9/3/2011) lalu, bersama Bank Jabar Banten (BJB), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Bagian Hukum Setda Kabupaten Tangerang, Bappeda dan pejabat terkait lainnya di ruang rapat gabungan DPRD berlangsung tertutup.
Mereka menilai penandatanganan MoU Corporate Social Responsibility (CSR) antara Bank Jabar Banten (BJB) dengan Pemkab Tangerang beberapa waktu lalu diduga melanggar aturan.
“Dari pihak bank Jabar Banten dan Pemkab menjelaskan jika MoU CSR itu bukan antara Bank Jabar dengan Pemda, melainkan dengan mitra kerjanya di lima kecamatan, tapi justru dari pemberitaan di media, MoU CSR itu antara Bank BJB dan Pemda. Di foto itu juga jelas yang menandatangani itukan Bupati, jadi ini kami nilai masih simpang siur,” ujar Nazil Fikri Sekretaris Komisi III Bidang Anggaran DPRD dengan penuh tanda tanya.
Jika penyerahan CSR yang dilakukan bank Jabar memang diberikan kepada mitra kerja hal itu tidak menyalahi aturan. Namun, jika MoU itu dilakukan dengan Pemkab Tangerang, hal itu dinilainya melanggar aturan. “Akan kami lihat kebenarannya pada berkas di pertemuan berikutnya dan kami tidak ingin Pemkab melakukan kebohongan publik dalam hal ini,” tandasnya.
“Sangat disayangkan langkah yang diambil Pemkab Tangerang dengan Bank Jabar terkait pelaksanaan CSR ini tanpa koordinasi dengan pihak DPRD,” ujar Sekretaris Komisi IV DPRD, Eko Riyadi.   *anton umbara***